Senin, 26 Oktober 2015

Usaha Dalam Pernikahan, Itu Perlu
Judul                                       : Sayap – Sayap Mawaddah
Pengarang                               : Afifah Afra Dan Riawani Elyta
Penerbit                                  : Indiva Madia Kreasi
Tahun Terbit                            : 2015
Jumlah Halaman                      : 208 Halaman




Nasib mempertemukanku yang telah lama tidak menulis resensi ini dengan buku yang cukup berat. Aku bilang begitu karena saat melihatnya di rak buku toko, sampulnya mengesankan tuntutan keseriusan dan kedewasaan saat membacanya. Aku yang tidak terlalu suka buku “serius” tetap berusaha untuk membacanya.

Usaha, kata inilah yang terus kuingat. Seperti saat berusaha memahami isi buku ini, maka begitu pula ketika menjalani kehidupan pernikahan. Kita harus berusaha mengerti dan menerima pasangan kita. Gambaran usaha inilah yang coba disajikan buku yang berjudul “Sayap Sayap Mawaddah” ini.

Buku yang ditulis Afifah Afra dan Riawani Elyta serta kontributor lain diawali dengan penjelasan mengenai apa itu Mawaddah dalam pernikahan. Keterangan ini dilandasi oleh ayat Al Qur’an dan Hadits serta dilengkapi dengan sumber buku yang jelas. Satu sisi positif dari buku ini.

Selanjutnya, saya kira penggunaan kata “sayap” pada judulnya sangat tepat karena berbagai sisi dari Mawaddah dalam pernikahan dibahas. Ibarat sayap pada pesawat semakin banyak dan lebar maka pesawat dapat terbang jauh, maka begitu pula wawasan pada buku ini. Semakin lengkap isi buku maka harapannya semakin tinggi wawasan dari pembaca.

Unsur kelengkapan bisa menjadi kelebihan paling terlihat dari buku ini. Walau beberapa bagian tidak didetailkan, akan tetapi kelengkapan ini mampu menjawab kebutuhan dari berbagai karakter pembaca. Pembaca yang suka buku “santai” akan mendapati sudut pandang orang pertama dalam buku ini yang mengesankan kedekatan penulis dan pembaca seperti kalimat “Entah apakah ada asal-usul makna kata tersebut, saya bukan ahli linguistik” (halaman 20).

Bila gemar dengan buku yang berisikan pengalaman dan contoh kisah maka buku ini sarat akan pengalaman yang dibagi oleh penulisnya. Pengalaman bisa dilihat salah satunya pada kalimat “Jika mereka tahu bahwa hingga belasan tahun kami menikah dan setiap saat kami terus saja mendapatkan ilmu-ilmu baru, mungkin mereka akan pingsan” (halaman 6). Contoh kisah bisa dilihat salah satunya di halaman 50 yang bercerita tentang Pemuda Penemu Apel dan Gadis Buta-Bisu-Tuli-Lumpuh. Belum lagi adanya tambahan kisah nyata inspiratif yang membuat “Sayap Sayap Mawaddah” ini makin menarik.

Menariknya lagi, buku ini penuh tips dan diskusi tentang fenomena pernikahan. Semuanya disusun secara berkelanjutan sehingga pembaca dibuat penasaran dan ingin terus tahu sampai akhir. Tiap babnya juga dibuat tidak terlalu panjang sehingga pembaca tidak mudah lelah. Salah satu contohnya di Bab “Sayap 6” terdapat kalimat “Selengkapnya tentang uraian learn to love ini akan kita lanjutkan pada bab berjudul Bulan Banjir Madu” (halaman 94).

Walau menarik dan banyak sisi positif, ada beberapa hal yang kurang. Beberapa tulisan salah cetak dan spasi antar paragraf yang terkesan kurang rapi. Akan tetapi, seperti disampaikan di awal tulisanku, aku agak terganggu dengan sampul buku yang kaku.

Ya, buku ini sangat cukup sebagai langkah awal pengetahuan bagi pembaca yang ingin berumah tangga. Rumah tangga memang harus dibangun dan itu butuh usaha. Seperti usahaku untuk membeli seri-seri lanjutan buku ini. Karena saya pun ingin menikah. 

Rabu, 16 September 2015

Film, Media Pembangun Kesadaran



Apresiasi patut diberikan kepada polisi lalu lintas Indonesia. Polisi lalu lintas Indonesia di Jakarta misalnya, telah berupaya mengurai kemacetan di kota tersebut. Upaya seperti penyuluhan, pengaturan arus lalu lintas yang periodik, hingga kerja sama dengan berbagai pihak telah dilakukan. Bahkan, pembentukan Pusat Pengendali Lalu Lintas yang lebih dikenal dengan NTMC telah dilakukan. Begitupun dengan inovasi teknologi seperti pembuatan akun di media sosial guna memperbarui informasi lalu lintas serta pembuatan aplikasi Traffic Management Centre (TMC) di Smartphone juga telah dibuat. Akan tetapi, kemacetan merupakan masalah rumit yang melibatkan banyak pihak dalam penyelesaiannya. Kerja sama dan koordinasi dengan pemerintah provinsi, Organisasi Angkutan Darat (Organda), maupun Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum dalam hal pengadaan transportasi massal yang berkualitas, pelebaran jalan, maupun pembatasan kendaraan perlu ditingkatkan.

Selain kerja sama di antara instansi pemerintah, perlu adanya dukungan dan kesadaran masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan "macet" ini. Faktor ini penting karena masyarakat merupakan pelaku dan penderita utama dalam masalah ini. Upaya penumbuhan kesadaran tidak hanya dapat dilakukan melalui iklan masyarakat maupun penyuluhan rutin. Pembuatan lomba menulis blog seperti yang dilakukan dalam rangka ulang tahun lalu lintas ini juga baik dilaksanakan demi meningkatkan kepedulian masyarakat. Selain itu, instansi polisi lalu lintas dapat menggunakan media seperti film untuk menyemarakkan usaha pembangunan kesadaran ini. Film tidak harus bertema lalu lintas, akan tetapi di dalamnya terdapat pesan seperti dampak negatif kemacetan pada bidang ekonomi maupun kesehatan. Lebih baik bila film ini juga dikompetisikan, sehingga masyarakat semakin peduli dan berperan aktif. Film yang dihasilkan dari kompetisi juga dapat lebih bervariasi dan terkesan tidak menggurui. Karena film ini berasal dari masyarakat dan untuk masyarakat.