Kamis, 10 November 2016

Situs Warungboto yang Hidup Lagi

 Pengunjung di Situs Warungboto (sumber foto: dokumen pribadi)

Rumahku berada tidak terlalu jauh dengan bangunan ini. Aku pun sering melewati bangunan tersebut. Akan tetapi, aku tidak sadar bahwa bangunan tersebut adalah cagar budaya yang mungkin memiliki potensi wisata. Dulu, bangunan ini terkesan seram menurutku. Hanya tinggal reruntuhan dan dekat dengan makam. Jalan raya yang melintasinya juga tak terlalu ramai. Bangunan ini memang terletak di pinggir jalan.
Bangunan ini sering disebut sebagai situs Warungboto. Nama resminya adalah Pesanggrahan Rejowinangun yang dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwono II pada sekitar tahun 1800-an (harianjogja.com, 2016). Pada masa jayanya, tempat ini merupakan taman air dan berfungsi sebagai tempat istirahat Sri Sultan Hamengku Buwono II. Di dalam pesanggrahan ini terdapat lorong-lorong kecil di bawah tanah.
Kesan yang dulu seram dan tak terawat kini mulai berubah. Sejak tahun 2016 ini, situs Warungboto mulai dibersihkan dan dipugar. Beberapa waktu lalu, melalui media sosial digital Instagram, aku melihat beberapa orang berfoto di sebuah bangunan. Setelah membaca caption-nya, aku tak menyangka bahwa itu situs Warungboto. Di dalam foto itu, aku melihat bangunan yang klasik bersih dengan tembok kecoklatan. Tempat itu bukan lagi reruntuhan dan menjelma menjadi bangunan yang kokoh nan indah.
Ternyata, bangunan sejarah ini memang sedang dalam proses pemugaran yang dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Pemerintah Provinsi (Pemprov) DI Yogyakarta. Proses pemugaran bangunan ini dilakukan mulai awal Mei lalu dan ditargetkan selesai Desember nanti (news.okezone.com, 2016). Usaha ini patut diapresiasi. Yogyakarta sebagai salah satu kota bersejarah, memang harus menjaga benda-benda peninggalan nenek moyang. Selain sebagai bentuk penghormatan budaya dan pendidikan sejarah, bangunan-bangunan cagar budaya dapat dijadikan potensi wisata dengan minat khusus.
Berkaitan dengan usaha baik ini, sudah sepatutnya pemerintah melalui dinas terkait seperti Dinas Pariwisata bergerak cepat. Berbagai dinas harus bekerja sama memajukan situs Warungboto. Usaha memajukan ini dapat dimulai dengan membangun kesadaran warga sekitar mengenai keberadaan bangunan cagar budaya yang berpotensi wisata. Seiring terbangunnya kesadaran warga untuk menjaga dan terlibat, pemerintah dan warga serta komponen lain bergerak bersama mengenalkan situs Warungboto.
Pengenalan ke khalayak ini dapat dilakukan dengan strategi komunikasi. Ada empat faktor penting yang harus diperhatikan dalam menyusun strategi komunikasi yakni mengenal khalayak, menyusun pesan, menerapkan metode, dan pemilihan media komunikasi (www.komunikasipraktis.com, 2015). Faktor mengenal khalayak dapat dilakukan dengan menentukan sasaran pengunjung misalnya anak muda. Kemudian menyusun pesan yang mampu menarik perhatian anak muda. Pesan dapat berupa brand atau hal yang unik dari situs Warungboto. Menerapkan metode dapat dilakukan dengan teknik mengulang pesan, sehingga brand situs Warungboto dapat terekam di benak khalayak. Pemilihan media komunikasi ini cukup krusial di era digital. Media sosial digital dapat menjadi salah satu jalan. Mengingat, aku sendiri tahu keindahan situs ini juga dari media sosial digital. Melalui media sosial digital ini, dapat diselenggarakan lomba foto yang berkaitan dengan situs. Kegiatan ini akan memacu orang datang dan menikmati keindahan situs Warungboto.
Tahap selanjutnya, dapat dilakukan pemasangan penunjuk jalan dan berafiliasi dengan agen wisata untuk memasukkan ke paket, sehingga tidak hanya Kebun Binatang Gembira Loka yang berada di dekat situs yang dikunjungi, namun wisatawan dapat diarahkan ke situs yang terletak di Jalan Veteran ini.
Paling penting menurutku, adalah kesadaran dan konsistensi untuk menjaga. Bila tempat ini telah favorit untuk dikunjungi, jangan lupa tetap bersih, nyaman, dan tanpa kerusakan.



Referensi:http://www.harianjogja.com/baca/2016/05/19/bangunan-cagar-budaya-pesanggrahan-hb-ii-dipugar-situs-warungboto-dihidupkan-kembali-720832

http://news.okezone.com/read/2016/05/19/510/1392433/bpcb-diy-hidupkan-kembali-situs-warungboto

http://www.komunikasipraktis.com/2015/10/strategi-komunikasi-pengertian-dan.html

Senin, 31 Oktober 2016

Berpiknik Unik di Vihara BuddhaGaya Semarang





Temenku berbaju merah yang masuk frame :(

Kedamaian dan keindahan dalam perbedaan. Hal inilah yang aku rasakan saat untuk kedua kalinya aku berkunjung ke Semarang. Perjalanan kali ini memang dirancang "mendadak" oleh dua orang temanku. Setelah melalui diskusi panjang dan melelahkan tentang waktu yang pas untuk ke Semarang, akhirnya hari itu kami sepakat berangkat. Walau sebenarnya ada banyak orang yang harusnya berangkat, setelah melalui seleksi alam, hanya kami berempat dengan dua motor yang siap menuju Semarang.

Wisata ke Semarang saat itu membawa sedikit misi yang berbeda. Kami berempat sepakat untuk berkunjung ke beberapa tempat ibadah terkenal yang ada di Semarang. Saat itu, kami ingin melihat Semarang dari sisi yang lain. Berharap akan menemukan keunikan dan pesona yang tersembunyi dari kota lumpia tersebut.

Tujuan pertama setelah tiba di Semarang adalah Vihara BuddhaGaya Watugong. Letaknya sangat mudah dijangkau bagi kami yang datang dari arah Yogyakarta. Vihara ini terletak cukup dekat dan akan terlihat dari jalan raya. Maklum saja, Vihara ini pernah mendapat rekor MURI karena di dalamnya terdapat pagoda tertinggi di Indonesia. Wow!!

Kami disambut satpam penjaga dengan ramah dan diarahkan ke tempat parkir yang telah disediakan. Saat itu hari Sabtu, jadi sangat banyak kendaraan yang parkir di tempat tersebut. Area parkir dan halaman yang ada di kawasan vihara ini begitu luas, sehingga banyak tempat untuk kita berjalan-jalan, memudahkan kita mengambil foto, dan nyaman untuk menikmati suasana pagoda. Di sebelah bangunan pagoda terdapat sebuah bangunan lagi. Menurut informasi yang kami dapat, bangunan itu juga tempat ibadah bertingkat dua. Bangunan inilah yang disebut sebagai Vihara Dhammasala. Bagian pertama dipergunakan untuk ibadah sedangkan bagian lainnya digunakan sebagai gedung serbaguna atau pertemuan. Di dekat gedung ini, ada beberapa tempat penginapan semacam cottage. Kelihatannya hanya digunakan saat acara hari besar keagamaan dan hanya bisa ditempati orang-orang tertentu dan penting. Walau gak bisa masuk ke dalam cottage, menikmatinya dari luar juga sangat indah.

Oh iya, vihara yang kami ceritakan tadi dapat dimasuki lho. Hanya saja untuk menghormatinya sebagai tempat ibadah, kita harus melepas alas kaki dan tidak boleh berisik. Karena pada weekend seperti saat itu, selain wisatawan yang memadati, ada banyak pengunjung yang bertujuan untuk ibadah. Di dalamnya terdapat patung budha dan areal yang luas.

Setelah puas menikmati bangunan vihara, kami berlanjut ke bangunan pagoda. Di sekitar pagoda kami juga melihat kolam teratai, patung budha, dan patung budha yang ada di bawah pohon bodhi. Yang menarik perhatian kami adalah keberadaan patung Dewi Kwan Im yang mengelilingi pagoda dan menghadap empat penjuru mata angin. Menurut sumber dari internet, ini dimaksudkan agar Dewi Kwan Im memancarkan welas asih ke empat penjuru. Saat kami bertandang ke sana, ada beberapa pengunjung yang beribadah dan menggoyangkan batang bambu. Setelah searching di internet, ternyata ini adalah ritual untuk mengetahui nasib. Batang bambu tersebut telah diberi tanda dan bila ada yang terjatuh, dapat dibantu petugas untuk membacanya.

Perjalanan kami di vihara ini diakhiri di bawah pohon bodi. Satu hal menarik yang kami tangkap di vihara ini adalah kerukunan antara pengunjung yang beribadah dan yang berwisata. Padahal di sini berkumpul berbagai jenis agama, gender, usia, dan etnis, namun semua terlihat damai dan menikmati bangunan Pagoda Avalokitesvara dengan caranya masing-masing dan tidak saling mengganggu. Inilah pesona unik yang kami cari.

Baiklah, setelah berwefie ria, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke hotel untuk beristirahat sejenak setelah perjalanan kami ini. Oh iya sebelum lupa, di kompleks Vihara BuddhaGaya juga tersedia toilet yang bersih. Walau agak tersembunyi letaknya, namun cukup mudah dijangkau karena ada petunjuknya. Ini satu nilai plus dari sebuah tempat wisata yang mampu membuat pengunjungnya nyaman. Salut. 


Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Visit Jawa Tengah 2016 yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah @VisitJawaTengah (www.twitter.com/visitjawatengah)


  


Senin, 10 Oktober 2016

#batikIndonesia, mengerti dan berinovasi

Pengalaman Sebagai Pendahuluan
Bicara mengenai batik, aku selalu teringat akan dua pengalaman unik. Yang pertama, saat aku SMA kelas dua dan dimandatkan untuk mengikuti lomba ngadi busana yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri Yogyakarta. Pada saat itu aku sama sekali tidak paham tentang apa dan bagaimana ngadi busana itu. Ternyata lomba ini adalah kompetisi memakaikan pakaian surjan dan kebaya untuk putra dan putri. Aku sama sekali tidak mengerti kenapa guru bahasa jawa memilihku karena pengalaman dan pengetahuanku saat itu sangat minim. Akhirnya aku dan temanku (yang akan dipakaikan pakaian surjannya) sempat belajar satu hari sebelum lomba kepada seorang juru rias pengantin jawa. Setelah berlatih beberapa kali, dengan penuh keraguan aku bersiap mengikuti lomba esok harinya.
Keesokan harinya, di akhir lomba, aku dan temanku sangat senang karena berhasil juara tiga. Akan tetapi, ada dua kejadian yang cukup bikin kami miris. Pertama, kami juara tiga dari enam peserta putra. Artinya, lomba tingkat propinsi ini hanya diikuti 6 pasang di kategori putra. Kedua, setelah selesai mewiru kain jarik dan memakaikannya ke temanku, dia harus fashion show di atas panggung. Setelah selesai bergaya, juri memberikan komentar dan nilai terhadap kerapian dan ketepatan mengenakan busana jawa. Ada satu komentar dari juri yang cukup membuatku malu."Secara fashion show, peserta nomer dua ini sangat luwes. Pemakaian busana jawanya cukup rapi, akan tetapi ada satu kesalahan cukup fatal. Kain jarik yang dipakai peserta bermotif Sidomukti. Kain ini dalam pemakaiannya harus hati-hati dan dipahami. Motif burung pada kain yang dipakai peserta terbalik. Dengan kata lain, pemakaian kain jariknya terbalik."

Kata-kata juri itu masih terngiang sampai sekarang. Betapa malunya saat itu karena aku hanya mengejar kelihaian cara mewiru dan teknik memakaikan, sedangkan pengetahuan tentang apa yang dipakai tidak ikut ditambah. Kemenangan saat itu terasa membahagiakan sekaligus menyesakkan.
Peristiwa yang kedua adalah keikutsertaanku dalam sebuah pelatihan atau workshop tentang batik ikat celup. Teknik membatik ini tergolong sederhana dan bisa dilakukan semua orang. Orang tersebut harus mampu menguasai teknik ikatan untuk membentuk motif dan rasa untuk memadukan warna saat dicelup. Pelatihan ini sangat ramai waktu itu. Semua berlomba mencoba dan belajar. Bahkan ada beberapa yang tertarik untuk membuat usaha batik ikat celup ini. Proses mengikat kain mampu menggantikan “malam” dan bisa menciptakan berbagai motif. Proses dan lama waktu pencelupan dapat menentukan gradasi warna yang beraneka ragam. Sungguh inovasi yang menarik untuk melestarikan batik.
Pelajaran yang didapat
Kedua peristiwa ini membuatku yakin bahwa batik sebagai salah satu warisan budaya bangsa akan tetap lestari. Hal ini dikarenakan penggemar pakaian dan kain batik semakin banyak. Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian, Euis Saedah, mengatakan konsumen batik dalam negeri tahun 2010 mencapai 72,86 juta orang (Tempo.co, 2011). Selain itu modifikasi dan inovasi produk yang berasal atau berbahan dasar dari batik seperti sandal batik dan ukiran batik dapat menambah eksistensi batik di tanah air. Akan tetapi ada syarat penting saat batik ini ingin terus ada dan terjaga. Syarat tersebut adalah pahami batik itu sendiri. Peristiwa yang pertama mengajarkanku bahwa untuk berkembang kita harus tahu dan mengerti apa yang akan kita kembangkan. Artinya, batik sebagai sebuah busana bukan sekedar dipakai dan sudah dikatakan cinta batik. Lebih dari itu, untuk dikatakan cinta batik kita harus memiliki pengetahuan akan filosofi dan paham bagaimana busana ini dikenakan.
Dalam strategi pemasaran,langkah pertama yang dilakukan adalah mengenal dan memahami produk yang dipasarkan (ilmumanajemen.wordpress.com, 2008). Setelah itu baru dilakukan riset produk untuk lebih meningkatkan kualitas dan nantinya menciptakan sebuah inovasi.
Kesimpulannya
Batik seharusnya mampu terus berkembang. Karena pada awalnya, batik telah memiliki landasan filosofi dan didukung dengan kekuatan tradisi. Pengembangan batik tergantung bagaimana kita mau belajar untuk memahami batik itu sendiri. Kurikulum pembelajaran dan even lomba dapat dijadikan alat agar semua kalangan memahami apa itu batik. Jangan sampai setelah menjadi sentra batik dunia, khalayaknya masih bingung ketika ditanya tentang batik. Akhirnya, maju terus batik Indonesia.
Sumber Pustaka
https://ilmumanajemen.wordpress.com/2008/12/25/langkah-langkah-memasarkan-produk/
http://tempo.co/
   

Senin, 26 Oktober 2015

Usaha Dalam Pernikahan, Itu Perlu
Judul                                       : Sayap – Sayap Mawaddah
Pengarang                               : Afifah Afra Dan Riawani Elyta
Penerbit                                  : Indiva Madia Kreasi
Tahun Terbit                            : 2015
Jumlah Halaman                      : 208 Halaman




Nasib mempertemukanku yang telah lama tidak menulis resensi ini dengan buku yang cukup berat. Aku bilang begitu karena saat melihatnya di rak buku toko, sampulnya mengesankan tuntutan keseriusan dan kedewasaan saat membacanya. Aku yang tidak terlalu suka buku “serius” tetap berusaha untuk membacanya.

Usaha, kata inilah yang terus kuingat. Seperti saat berusaha memahami isi buku ini, maka begitu pula ketika menjalani kehidupan pernikahan. Kita harus berusaha mengerti dan menerima pasangan kita. Gambaran usaha inilah yang coba disajikan buku yang berjudul “Sayap Sayap Mawaddah” ini.

Buku yang ditulis Afifah Afra dan Riawani Elyta serta kontributor lain diawali dengan penjelasan mengenai apa itu Mawaddah dalam pernikahan. Keterangan ini dilandasi oleh ayat Al Qur’an dan Hadits serta dilengkapi dengan sumber buku yang jelas. Satu sisi positif dari buku ini.

Selanjutnya, saya kira penggunaan kata “sayap” pada judulnya sangat tepat karena berbagai sisi dari Mawaddah dalam pernikahan dibahas. Ibarat sayap pada pesawat semakin banyak dan lebar maka pesawat dapat terbang jauh, maka begitu pula wawasan pada buku ini. Semakin lengkap isi buku maka harapannya semakin tinggi wawasan dari pembaca.

Unsur kelengkapan bisa menjadi kelebihan paling terlihat dari buku ini. Walau beberapa bagian tidak didetailkan, akan tetapi kelengkapan ini mampu menjawab kebutuhan dari berbagai karakter pembaca. Pembaca yang suka buku “santai” akan mendapati sudut pandang orang pertama dalam buku ini yang mengesankan kedekatan penulis dan pembaca seperti kalimat “Entah apakah ada asal-usul makna kata tersebut, saya bukan ahli linguistik” (halaman 20).

Bila gemar dengan buku yang berisikan pengalaman dan contoh kisah maka buku ini sarat akan pengalaman yang dibagi oleh penulisnya. Pengalaman bisa dilihat salah satunya pada kalimat “Jika mereka tahu bahwa hingga belasan tahun kami menikah dan setiap saat kami terus saja mendapatkan ilmu-ilmu baru, mungkin mereka akan pingsan” (halaman 6). Contoh kisah bisa dilihat salah satunya di halaman 50 yang bercerita tentang Pemuda Penemu Apel dan Gadis Buta-Bisu-Tuli-Lumpuh. Belum lagi adanya tambahan kisah nyata inspiratif yang membuat “Sayap Sayap Mawaddah” ini makin menarik.

Menariknya lagi, buku ini penuh tips dan diskusi tentang fenomena pernikahan. Semuanya disusun secara berkelanjutan sehingga pembaca dibuat penasaran dan ingin terus tahu sampai akhir. Tiap babnya juga dibuat tidak terlalu panjang sehingga pembaca tidak mudah lelah. Salah satu contohnya di Bab “Sayap 6” terdapat kalimat “Selengkapnya tentang uraian learn to love ini akan kita lanjutkan pada bab berjudul Bulan Banjir Madu” (halaman 94).

Walau menarik dan banyak sisi positif, ada beberapa hal yang kurang. Beberapa tulisan salah cetak dan spasi antar paragraf yang terkesan kurang rapi. Akan tetapi, seperti disampaikan di awal tulisanku, aku agak terganggu dengan sampul buku yang kaku.

Ya, buku ini sangat cukup sebagai langkah awal pengetahuan bagi pembaca yang ingin berumah tangga. Rumah tangga memang harus dibangun dan itu butuh usaha. Seperti usahaku untuk membeli seri-seri lanjutan buku ini. Karena saya pun ingin menikah. 

Rabu, 16 September 2015

Film, Media Pembangun Kesadaran



Apresiasi patut diberikan kepada polisi lalu lintas Indonesia. Polisi lalu lintas Indonesia di Jakarta misalnya, telah berupaya mengurai kemacetan di kota tersebut. Upaya seperti penyuluhan, pengaturan arus lalu lintas yang periodik, hingga kerja sama dengan berbagai pihak telah dilakukan. Bahkan, pembentukan Pusat Pengendali Lalu Lintas yang lebih dikenal dengan NTMC telah dilakukan. Begitupun dengan inovasi teknologi seperti pembuatan akun di media sosial guna memperbarui informasi lalu lintas serta pembuatan aplikasi Traffic Management Centre (TMC) di Smartphone juga telah dibuat. Akan tetapi, kemacetan merupakan masalah rumit yang melibatkan banyak pihak dalam penyelesaiannya. Kerja sama dan koordinasi dengan pemerintah provinsi, Organisasi Angkutan Darat (Organda), maupun Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum dalam hal pengadaan transportasi massal yang berkualitas, pelebaran jalan, maupun pembatasan kendaraan perlu ditingkatkan.

Selain kerja sama di antara instansi pemerintah, perlu adanya dukungan dan kesadaran masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan "macet" ini. Faktor ini penting karena masyarakat merupakan pelaku dan penderita utama dalam masalah ini. Upaya penumbuhan kesadaran tidak hanya dapat dilakukan melalui iklan masyarakat maupun penyuluhan rutin. Pembuatan lomba menulis blog seperti yang dilakukan dalam rangka ulang tahun lalu lintas ini juga baik dilaksanakan demi meningkatkan kepedulian masyarakat. Selain itu, instansi polisi lalu lintas dapat menggunakan media seperti film untuk menyemarakkan usaha pembangunan kesadaran ini. Film tidak harus bertema lalu lintas, akan tetapi di dalamnya terdapat pesan seperti dampak negatif kemacetan pada bidang ekonomi maupun kesehatan. Lebih baik bila film ini juga dikompetisikan, sehingga masyarakat semakin peduli dan berperan aktif. Film yang dihasilkan dari kompetisi juga dapat lebih bervariasi dan terkesan tidak menggurui. Karena film ini berasal dari masyarakat dan untuk masyarakat.

Minggu, 07 Desember 2014

Yuk Ke NTT (Edisi Impian)

Ketika aku mendengar kata ekstrim, yang terbayang olehku adalah kegiatan yang menguras energi, pikiran dan semangat. Melihat ketiga hal ini, aku jadi teringat ambisiku sejak dulu, yakni ingin menyambangi tanah kelahiran kakak iparku di Kabupaten Manggarai Barat , Nusa Tenggara Timur (NTT). Aku ingin menjelajah ke sana sendirian dengan bantuan alat hebat dan keren abis yakni mobil Toyota Rush.
Dulu aku pernah ke Manggarai Barat sebenarnya. Akan tetapi aku pergi tidak sendiri. Aku pergi bersama keluarga dan anggotanya banyak yang masih kecil, maka kami pun memutuskan untuk memilih perjalanan yang paling nyaman dan cepat. Akhirnya kami ke sana dengan menggunakan pesawat. Waktu perjalanan yang biasanya mencapai sekitar tiga hari lamanya bila ditempuh dengan bisa dan kapal, kini hanya memakan waktu dua hari. Sebenarnya hanya beberapa jam, akan tetapi kami harus transit dan menunggu pesawat berikutnya esok hari. Nah, perjalanan darat yang dilakukan setelah sampai di Kepulauan NTT itulah tantangan sebenarnya. Medan jalan yang berliku dan masih banyak yang rusak, membuat perjalanan ke tanah kelahiran kakakku jadi menarik. Belum lagi keindahan alam yang masih asri di sepanjang perjalanan membuat mata tak lelah memandang. Sayangnya, aku belum sempat menjelajah keindahan alam tersebut lebih jauh.  
Kenangan inilah yang membawaku ingin kembali ke sana. Apalagi aku belum sempat menjelajah indahnya tempat wisata di sana. Maka aku ingin melakukan kegiatan ekstrimku. Ya, pergi dari rumahku di Yogyakarta menuju ke Manggarai Barat melalui jalan darat. Aku ingin merasakan sensasi bepergian dengan mobil dan perlengkapan serta bekal seadanya. Aku ingin merasakan suasana saat tersesat dan harus bertanya ke orang atau membaca peta untuk menemukan jalan. Aku pengen menikmati frustasinya pikiran saat merasa jarak tak ada ujungnya, atau saat kehabisan bekal dan mengalami ban bocor. Kejadian itu semua ingin aku rasakan sendiri dan aku selesaikan sendiri.
Rencananya, aku akan melakukan beberapa latihan kecil untuk menguatkan stamina. Kemudian aku akan menabung sampai punya sedikit dana untuk membeli bekal dan perlengkapan. Sebelum berangkat, aku akan servis dulu mobil Rushku di bengkel resmi Toyota. Kemudian berangkatlah diriku. Hmm.., sebisa mungkin aku akan menjelajahi tempat wisata di setiap daerah yang kulewati. Maklum, aku suka travelling. Untuk urusan akomodasi, aku bisa mampir di pom bensin untuk istirahat. Untuk urusan bensin dan makan, aku akan wisata kuliner sembari melihat seberapa irit mobilku ini. Sedangkan urusan kejadian tak terduga seperti kerusakan mesin, aku cukup yakin dengan performa dan daya tahan Toyota Rushku. Jadi, aku sudah siap berangkat dan semoga perjalananku lancar dan….. ini benar-benar terjadi. :-)