Senin, 10 Oktober 2016

#batikIndonesia, mengerti dan berinovasi

Pengalaman Sebagai Pendahuluan
Bicara mengenai batik, aku selalu teringat akan dua pengalaman unik. Yang pertama, saat aku SMA kelas dua dan dimandatkan untuk mengikuti lomba ngadi busana yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri Yogyakarta. Pada saat itu aku sama sekali tidak paham tentang apa dan bagaimana ngadi busana itu. Ternyata lomba ini adalah kompetisi memakaikan pakaian surjan dan kebaya untuk putra dan putri. Aku sama sekali tidak mengerti kenapa guru bahasa jawa memilihku karena pengalaman dan pengetahuanku saat itu sangat minim. Akhirnya aku dan temanku (yang akan dipakaikan pakaian surjannya) sempat belajar satu hari sebelum lomba kepada seorang juru rias pengantin jawa. Setelah berlatih beberapa kali, dengan penuh keraguan aku bersiap mengikuti lomba esok harinya.
Keesokan harinya, di akhir lomba, aku dan temanku sangat senang karena berhasil juara tiga. Akan tetapi, ada dua kejadian yang cukup bikin kami miris. Pertama, kami juara tiga dari enam peserta putra. Artinya, lomba tingkat propinsi ini hanya diikuti 6 pasang di kategori putra. Kedua, setelah selesai mewiru kain jarik dan memakaikannya ke temanku, dia harus fashion show di atas panggung. Setelah selesai bergaya, juri memberikan komentar dan nilai terhadap kerapian dan ketepatan mengenakan busana jawa. Ada satu komentar dari juri yang cukup membuatku malu."Secara fashion show, peserta nomer dua ini sangat luwes. Pemakaian busana jawanya cukup rapi, akan tetapi ada satu kesalahan cukup fatal. Kain jarik yang dipakai peserta bermotif Sidomukti. Kain ini dalam pemakaiannya harus hati-hati dan dipahami. Motif burung pada kain yang dipakai peserta terbalik. Dengan kata lain, pemakaian kain jariknya terbalik."

Kata-kata juri itu masih terngiang sampai sekarang. Betapa malunya saat itu karena aku hanya mengejar kelihaian cara mewiru dan teknik memakaikan, sedangkan pengetahuan tentang apa yang dipakai tidak ikut ditambah. Kemenangan saat itu terasa membahagiakan sekaligus menyesakkan.
Peristiwa yang kedua adalah keikutsertaanku dalam sebuah pelatihan atau workshop tentang batik ikat celup. Teknik membatik ini tergolong sederhana dan bisa dilakukan semua orang. Orang tersebut harus mampu menguasai teknik ikatan untuk membentuk motif dan rasa untuk memadukan warna saat dicelup. Pelatihan ini sangat ramai waktu itu. Semua berlomba mencoba dan belajar. Bahkan ada beberapa yang tertarik untuk membuat usaha batik ikat celup ini. Proses mengikat kain mampu menggantikan “malam” dan bisa menciptakan berbagai motif. Proses dan lama waktu pencelupan dapat menentukan gradasi warna yang beraneka ragam. Sungguh inovasi yang menarik untuk melestarikan batik.
Pelajaran yang didapat
Kedua peristiwa ini membuatku yakin bahwa batik sebagai salah satu warisan budaya bangsa akan tetap lestari. Hal ini dikarenakan penggemar pakaian dan kain batik semakin banyak. Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian, Euis Saedah, mengatakan konsumen batik dalam negeri tahun 2010 mencapai 72,86 juta orang (Tempo.co, 2011). Selain itu modifikasi dan inovasi produk yang berasal atau berbahan dasar dari batik seperti sandal batik dan ukiran batik dapat menambah eksistensi batik di tanah air. Akan tetapi ada syarat penting saat batik ini ingin terus ada dan terjaga. Syarat tersebut adalah pahami batik itu sendiri. Peristiwa yang pertama mengajarkanku bahwa untuk berkembang kita harus tahu dan mengerti apa yang akan kita kembangkan. Artinya, batik sebagai sebuah busana bukan sekedar dipakai dan sudah dikatakan cinta batik. Lebih dari itu, untuk dikatakan cinta batik kita harus memiliki pengetahuan akan filosofi dan paham bagaimana busana ini dikenakan.
Dalam strategi pemasaran,langkah pertama yang dilakukan adalah mengenal dan memahami produk yang dipasarkan (ilmumanajemen.wordpress.com, 2008). Setelah itu baru dilakukan riset produk untuk lebih meningkatkan kualitas dan nantinya menciptakan sebuah inovasi.
Kesimpulannya
Batik seharusnya mampu terus berkembang. Karena pada awalnya, batik telah memiliki landasan filosofi dan didukung dengan kekuatan tradisi. Pengembangan batik tergantung bagaimana kita mau belajar untuk memahami batik itu sendiri. Kurikulum pembelajaran dan even lomba dapat dijadikan alat agar semua kalangan memahami apa itu batik. Jangan sampai setelah menjadi sentra batik dunia, khalayaknya masih bingung ketika ditanya tentang batik. Akhirnya, maju terus batik Indonesia.
Sumber Pustaka
https://ilmumanajemen.wordpress.com/2008/12/25/langkah-langkah-memasarkan-produk/
http://tempo.co/
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar