Judul : Sayap –
Sayap Mawaddah
Pengarang : Afifah Afra Dan
Riawani Elyta
Penerbit : Indiva
Madia Kreasi
Tahun Terbit : 2015
Jumlah Halaman : 208 Halaman
Nasib mempertemukanku yang telah lama tidak menulis resensi
ini dengan buku yang cukup berat. Aku bilang begitu karena saat melihatnya di
rak buku toko, sampulnya mengesankan tuntutan keseriusan dan kedewasaan saat
membacanya. Aku yang tidak terlalu suka buku “serius” tetap berusaha untuk
membacanya.
Usaha, kata inilah yang terus kuingat. Seperti saat berusaha
memahami isi buku ini, maka begitu pula ketika menjalani kehidupan pernikahan.
Kita harus berusaha mengerti dan menerima pasangan kita. Gambaran usaha inilah
yang coba disajikan buku yang berjudul “Sayap Sayap Mawaddah” ini.
Buku yang ditulis Afifah Afra dan Riawani Elyta serta kontributor
lain diawali dengan penjelasan mengenai apa itu Mawaddah dalam pernikahan. Keterangan ini dilandasi oleh ayat Al
Qur’an dan Hadits serta dilengkapi dengan sumber buku yang jelas. Satu sisi
positif dari buku ini.
Selanjutnya, saya kira penggunaan kata “sayap” pada judulnya
sangat tepat karena berbagai sisi dari Mawaddah
dalam pernikahan dibahas. Ibarat sayap pada pesawat semakin banyak dan lebar
maka pesawat dapat terbang jauh, maka begitu pula wawasan pada buku ini.
Semakin lengkap isi buku maka harapannya semakin tinggi wawasan dari pembaca.
Unsur kelengkapan bisa menjadi kelebihan paling terlihat
dari buku ini. Walau beberapa bagian tidak didetailkan, akan tetapi kelengkapan
ini mampu menjawab kebutuhan dari berbagai karakter pembaca. Pembaca yang suka
buku “santai” akan mendapati sudut pandang orang pertama dalam buku ini yang
mengesankan kedekatan penulis dan pembaca seperti kalimat “Entah apakah ada
asal-usul makna kata tersebut, saya bukan ahli linguistik” (halaman 20).
Bila gemar dengan buku yang berisikan pengalaman dan contoh
kisah maka buku ini sarat akan pengalaman yang dibagi oleh penulisnya.
Pengalaman bisa dilihat salah satunya pada kalimat “Jika mereka tahu bahwa
hingga belasan tahun kami menikah dan setiap saat kami terus saja mendapatkan
ilmu-ilmu baru, mungkin mereka akan pingsan” (halaman 6). Contoh kisah bisa
dilihat salah satunya di halaman 50 yang bercerita tentang Pemuda Penemu Apel dan
Gadis Buta-Bisu-Tuli-Lumpuh. Belum lagi adanya tambahan kisah nyata inspiratif
yang membuat “Sayap Sayap Mawaddah” ini makin menarik.
Menariknya lagi, buku ini penuh tips dan diskusi tentang fenomena pernikahan. Semuanya disusun
secara berkelanjutan sehingga pembaca dibuat penasaran dan ingin terus tahu
sampai akhir. Tiap babnya juga dibuat tidak terlalu panjang sehingga pembaca
tidak mudah lelah. Salah satu contohnya di Bab “Sayap 6” terdapat kalimat “Selengkapnya
tentang uraian learn to love ini akan
kita lanjutkan pada bab berjudul Bulan
Banjir Madu” (halaman 94).
Walau menarik dan banyak sisi positif, ada beberapa hal yang
kurang. Beberapa tulisan salah cetak dan spasi antar paragraf yang terkesan
kurang rapi. Akan tetapi, seperti disampaikan di awal tulisanku, aku agak
terganggu dengan sampul buku yang kaku.
Ya, buku ini sangat cukup sebagai langkah awal pengetahuan bagi pembaca yang ingin berumah tangga. Rumah tangga memang harus dibangun dan itu butuh usaha. Seperti usahaku untuk membeli seri-seri lanjutan buku ini. Karena saya pun ingin menikah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar